Dia sebut PERTAHANAN. Namun terlihat seperti KEJAHATAN.

Mantra sebuah kalimat, "Tenang. Semua akan baik-baik saja, Tidak apa! Kau hebat, kau tidak sendiri, kau luar biasa bisa bertahan, mari ku peluk (dengan sebuah tepukan pundak)". Nyatanya akan terasa hambar saat sudah di titik lelah dan berpasrah. 

Hanya ingin kembali ke stasiun, duduk di salah satu kursi di gerbong kereta lalu tenggelam dengan suara gaduh manusia dan gesekan rel kereta silih berdatangan. Hanya itu. 

Aku tidak suka saat kepala ku benar-benar sedang hening tanpa suara, karena itu menyalakan lampu berbahaya pertanda bola emosi akan segera terjun bebas dengan segala perkara yang tersimpan. 
Aku tidak suka saat lagi-lagi menatap anak kecil perempuan itu menangis, karena itu tandanya aku melihat kerapuhan nya untuk kesekian kali dalam setiap tahun nya. Menyedihkan !

Kan ku gambarkan bagaimana posisinya saat itu terjadi. 
Dengan sebuah ruang sempit dan gelap, oh jangan lupakan suasana sesak di dalam nya. Tanpa fentilasi ataupun cahaya penerangan.
Ya ! Tepat di pojokan sudut ruang itu dia duduk dengan posisi menunduk, melipat kedua kaki nya dan memeluk nya. 
Tidak terdengar suara tangisan, hanya saja sesenggukan sisa kejadian yang terdengar tidak enak sampai di telinga. 

Ku dengar sudah bertahun-tahun lama nya dia melupakan suara sebuah tangisan. karena yang terjadi, dia sudah terbiasa membekap mulut nya setiap mengeluarkan air mata. Seolah hanya memperbolehkan air mata yang keluar tanpa meminta izin pemilik nya.

Komentar